banyak komentar ketika perusahaan minyak kelas dua malaysia Genting Oil menemukan 2 tcf gas di Papua, dengan modal 300 juta USD mereka bisa memproyeksi kan keuntungan ke depannya hingga 14 miliar USD.
Indonesia lemah, SDA nya dikuasai asing donk kalau gitu ?!
Sebenarnya kalau kita lihat berdasarkan regulasi migas Indinesia di UU Migas, dinyatakan bahwa semua lapangan migas di Indonesia adalah milik pemerintah. Memang benar adanya. Pemerintah yang di representasikan oleh BP Migas (sekarang SKK Migas) berada di bawah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Badan ini adalah buffering penghubung antara Oil Company yang akan bekerja di wilayah Indonesia dengan pemerintah.Dalam GCG interface bisnis yang lebih baik adalah Business to Business.
Tuan tanah dan penggarap
Di mata SKK Migas semua Oil Company itu hanya seorang Kontraktor, atau lazim disebut (KKKS, Kontraktor Kontrak Kerjasama), yaitu kontraktor yang membantu pemerintah untuk memproduksi minyak nasional nya. Sistem yang dipakai di Indonesia dalah sistem PSC (Production Sharing Contract), kalau diambil contoh ibarat sang tuan tanah yang mempunyai sawah lalu ada petani yang menggarap nya. Nanti hasil panen nya dibagi antara tuan tanah dan petani penggarap.
Seperti itu lah gambaran sistem PSC, commonly, pembagian nya adalah 85% untuk pemerintah dan 15% untuk KKKS tadi, setelah dipotong cost recovery.
Bagaimana cara mengontrol cost recovery?
Banyak orang yang khawatir, apabila ada KKKS nakal dengan mempermainkan cost recovery, seperti kasus terakhir program Bioremediasi Chevron. SKK Migas mempunyai tugas ini, setiap tahunnya KKKS wajib mempropose budget nya pada WP&B (Work Program & Budget). SKK Migas memang sebuah badan yang sangat ditakuti diantara para KKKS. International Oil Company mempertaruhkan reputasi nya disini.
Kemana aja Pertamina ketika banyak blok-blok Perawan di Indonesia dieksploarsi Oil Company asing?
Eksplorasi adalah salah satu tahap tahap awal dalam pencarian minyak. Setelah simulasi seismik, satu-satunya cara adalah dengan mengebor langsung. Modal untuk mengebor untuk membuktikan ada atau tidak nya minyak ini membutuhkan biaya yang sangat mahal. Ngebor di suatu WK itu butuh puluhan juta USD.
Banyak dari perusahaan minyak asing yang hengkang dari Indonesia karena setelah melakukan pengeboran ternyata sumur nya kering. Rate exploration success di Indonesia tak lebih dari 20%. Ibarat main judi. Menentukan titik bor di Indonesia sangat gambling. Humpuss Patragas yang melakukan eksplorasi di Cepu tidak berhasil menemukan minyak. Sewaktu WK Cepu dibeli ExxonMobil ft. Pertamina, tiba-tiba dapat menemukan 1,478 milyar barel dan gas mencapai 8,14 milyar kaki kubik. Jumlah yang sangat fantastis.
Maka dari itu, karena mahalnya investasi di bidang eksplorasi, dengan modal yang terbatas Pertamina lebih banyak berinvestasi di sumur-sumur produksi daripada di eksplorasi. Misal, beli sumur produksi BP West Java (PHE ONWJ), sumur bekas kodeco (PHE WMO) atau beli sumur produksi di luar negeri (Lapangan di Sudan, lapangan di Irak, Lapangan di Libya, dll)
Karena return nya cepat nya lebih tinggi daripada Investasi di Eksplorasi, Pertamina lebih banyak Investasi di Sumur yang sudah produksi.
Minyak dalam negeri masih banyak, kenapa harus beli di luar?
Sejak tahun UU Migas tahun 2001 disahkan. Pertamina menjadi operator. Di mata pemerintah Pertamina sejajar dengan KKKS lainnya. Previllage yang ada sebelum nya yang menjadi Regulator dan mengawasi KKKS asing dipangkas. BP Migas dan BPH Migas yang merupakan satu kesatuan dengan Pertamina di pisah dan menjadi Badan sendiri yang langsung di bawah Pemerintah.
Pertamina tunduk pada UU PT dan menjadi persero dibawah BUMN tidak menjadi Perusahaan Negara lagi.
Disini Pertamina dituntut lebih mandiri dan bersaing dengan KKKS lain. Selain mengincar WK dalam negeri yang ditawarkan pemerintah Pertamina juga berusaha ekspansi ke luar negeri.
Indonesia lemah, SDA nya dikuasai asing donk kalau gitu ?!
Sebenarnya kalau kita lihat berdasarkan regulasi migas Indinesia di UU Migas, dinyatakan bahwa semua lapangan migas di Indonesia adalah milik pemerintah. Memang benar adanya. Pemerintah yang di representasikan oleh BP Migas (sekarang SKK Migas) berada di bawah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Badan ini adalah buffering penghubung antara Oil Company yang akan bekerja di wilayah Indonesia dengan pemerintah.Dalam GCG interface bisnis yang lebih baik adalah Business to Business.
Tuan tanah dan penggarap
Di mata SKK Migas semua Oil Company itu hanya seorang Kontraktor, atau lazim disebut (KKKS, Kontraktor Kontrak Kerjasama), yaitu kontraktor yang membantu pemerintah untuk memproduksi minyak nasional nya. Sistem yang dipakai di Indonesia dalah sistem PSC (Production Sharing Contract), kalau diambil contoh ibarat sang tuan tanah yang mempunyai sawah lalu ada petani yang menggarap nya. Nanti hasil panen nya dibagi antara tuan tanah dan petani penggarap.
Seperti itu lah gambaran sistem PSC, commonly, pembagian nya adalah 85% untuk pemerintah dan 15% untuk KKKS tadi, setelah dipotong cost recovery.
Bagaimana cara mengontrol cost recovery?
Banyak orang yang khawatir, apabila ada KKKS nakal dengan mempermainkan cost recovery, seperti kasus terakhir program Bioremediasi Chevron. SKK Migas mempunyai tugas ini, setiap tahunnya KKKS wajib mempropose budget nya pada WP&B (Work Program & Budget). SKK Migas memang sebuah badan yang sangat ditakuti diantara para KKKS. International Oil Company mempertaruhkan reputasi nya disini.
Kemana aja Pertamina ketika banyak blok-blok Perawan di Indonesia dieksploarsi Oil Company asing?
Eksplorasi adalah salah satu tahap tahap awal dalam pencarian minyak. Setelah simulasi seismik, satu-satunya cara adalah dengan mengebor langsung. Modal untuk mengebor untuk membuktikan ada atau tidak nya minyak ini membutuhkan biaya yang sangat mahal. Ngebor di suatu WK itu butuh puluhan juta USD.
Banyak dari perusahaan minyak asing yang hengkang dari Indonesia karena setelah melakukan pengeboran ternyata sumur nya kering. Rate exploration success di Indonesia tak lebih dari 20%. Ibarat main judi. Menentukan titik bor di Indonesia sangat gambling. Humpuss Patragas yang melakukan eksplorasi di Cepu tidak berhasil menemukan minyak. Sewaktu WK Cepu dibeli ExxonMobil ft. Pertamina, tiba-tiba dapat menemukan 1,478 milyar barel dan gas mencapai 8,14 milyar kaki kubik. Jumlah yang sangat fantastis.
Maka dari itu, karena mahalnya investasi di bidang eksplorasi, dengan modal yang terbatas Pertamina lebih banyak berinvestasi di sumur-sumur produksi daripada di eksplorasi. Misal, beli sumur produksi BP West Java (PHE ONWJ), sumur bekas kodeco (PHE WMO) atau beli sumur produksi di luar negeri (Lapangan di Sudan, lapangan di Irak, Lapangan di Libya, dll)
Karena return nya cepat nya lebih tinggi daripada Investasi di Eksplorasi, Pertamina lebih banyak Investasi di Sumur yang sudah produksi.
Minyak dalam negeri masih banyak, kenapa harus beli di luar?
Sejak tahun UU Migas tahun 2001 disahkan. Pertamina menjadi operator. Di mata pemerintah Pertamina sejajar dengan KKKS lainnya. Previllage yang ada sebelum nya yang menjadi Regulator dan mengawasi KKKS asing dipangkas. BP Migas dan BPH Migas yang merupakan satu kesatuan dengan Pertamina di pisah dan menjadi Badan sendiri yang langsung di bawah Pemerintah.
Pertamina tunduk pada UU PT dan menjadi persero dibawah BUMN tidak menjadi Perusahaan Negara lagi.
Disini Pertamina dituntut lebih mandiri dan bersaing dengan KKKS lain. Selain mengincar WK dalam negeri yang ditawarkan pemerintah Pertamina juga berusaha ekspansi ke luar negeri.
*Undang-undang No 1 tahun 1970,tentang keselamatan kerja.
*Undang-undang No 14 tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.
*Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
*PP No 102 tahun 2000,tentang Tandarisasi Nasional.
*Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2004,tentang Badan Standarisasi Nasional Sertifikasi Nasional (BNSP).
*Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No231A tahun 2005 tentang Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi dan Pembinaan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).