My Galery

WELCOME MY BLOGER . vickybabel10.blogspot.com. DRILLING. RECORDING. HSE. TOPOGRAFI. FREELOADING. CLEARING / BRIDGING. SEISMIC SURVEY ACQUISITION

Friday, March 8, 2013

PROCESSING

Pemrosesan data seismik adalah untuk mengolah data hasil perekaman yang merupakan proses awal yang hanya membaca data produksi yang berada di dalam tape dari Labo. Data dari Labo tersebut kemudian diolah menggunakan data koordinat topografi, sehingga menghasilkan data berupa penampang melintang stack yang selanjutnya data ini akan diproses.
Data yang disimpan dalam disket berupa XPS (informasi nomor record, Shot Point, dan active channel), SEG (koordinat trace), SPS (informasi data mengenai uphole, waktu tembak, dan SP), RPS (informasi nomor trace dan koordinat), OBS (data seperti laporan), dan RAW (informasi mengenai kegiatan Labo).
Tahapan awal dalam pemrosesan data adalah pengecekan terhadap data yang terekam dalam cartridge, disket, dan observer report. Setelah itu dilakukan proses geometri yaitu pemberian titik koordinat pada data tersebut. Kemudian dilakukan pengecekan terhadap posisi penembakan.
Setelah data mengalami pengecekan dan sesuai dengan kondisi semestinya, dilakukan tahap preprocessing yaitu proses penyempurnaan data dengan cara true amplitudo recovery dan deconvolution. Tahapan selanjutnya dengan melakukan velocity analysis, NMO, dan terakhir proses brute satck. Penampang brute stack ini menampilkan model struktur lapisan bumi berdasarkan domain waktu.
Ada beberapa contoh peranan topografi terhadap pengolahan data seismik antara lain:

1. Kontrol geometri
Sebagai contoh pemrosesan data memerlukan koordinat berformat SEG untuk penentuan quality control geometri yang akan berpengaruh pada hasil stack (penjumlahan record dari tiap trace yang berada pada CDP yang sama).

2. Koreksi statik
Koreksi statik ini menggunakan elevasi yang diukur oleh topografi. Koreksi ini dilakukan untuk menyamakan datum dari receiver sehingga diperoleh arrival time yang terletak pada satu bidang horizontal yang sama.

3. Plotting final stack
Pada plotting final stack dibutuhkan data crossing line yang berfungsi untuk mengikat antara 2 line yang saling berpotongan. Lebih jauh lagi data crossing line ini dibutuhkan interpreter untuk menginterpretasi awal supaya interpreter dapat melihat penampang seismik baik itu secara inline maupun crossline secara tepat.

Hasil akhir dari pemrosesan data adalah berupa hasil stack yang merupakan gambaran yang berada di bawah permukaan yang terekam oleh receiver dimana noise-noise yang ada sudah difilter, sehingga hasil final stack ini dapat diinterpretasi lebih lanjut oleh interpreter.
Adapun untuk seismik 3D sebelum dilakukan pemrosesan, ada suatu program yang berfungsi sebagai simulasi cakupan program penembakan yang dilakukan dengan menggunakan software Messa. Pada seimik 3D juga tidak boleh ada titik yang hilang atau tidak ditembak, sehingga kalau perlu titik yang hilang tersebut diganti. Aturan penempatan titik pengganti ini disimulasikan oleh Messa untuk mendapatkan lokasi yang optimal, dan tentunya berkoordinasi dengan topo mengenai lokasi di lapangan dari titik tersebut.
Proses data seismik meliputi tahap persiapan data, pre-processing, processing dan post-processing. Perangkat lunak yang dipergunakan adalah:
1. ProMAX 2003 ver. 3,3 (perangkat lunak pengolahan data seismik),
2. SDI (perangkat lunak plotting)
3. GMG Millenium Version 5.4 (perangkat lunak perhitungan Refraction Static).
Sedangkan perangkat keras yang digunakan adalah:
1. Sun Blade 2000
2. Cartridge Drive 3490E
3. Exabyte Drive
4. Oyo Plotter GS-624
5. RAM 4 GB
6. External Harddisk 300 GB
7. Internal Harddisk 73.4 GB
8. PC Pentium IV/1.8 GHz, serta UPS 6 Kva.


Proses yang dilakukan pada tahapan pre-processing adalah meliputi:

1. True Amplitude Recovery
Tahapan ini diperlukan untuk memulihkan kembali besaran-besaran amplitudo karena kehilangan energi yang disebabkan oleh hal-hal tersebut di atas agar seolah-olah energi adalah sama pada setiap titik. Adapun proses pemulihan amplitudo ini adalah dengan cara mengaplikasikan nilai koreksi amplitudo konstan dengan nilai koreksi sebesar 1,6 dB/sec.

2. Edit Trace
Prinsip dari proses editing ini adalah membuang atau menghapus sinyal-sinyal yang tidak diinginkan (noise) dalam processing data seismik. Pada tahapan ini, ada dua buah proses editing yang dilakukan, yaitu proses killing trace, dimana pada proses ini dilakukan penghapusan trace-trace yang mengandung noise dalam bentuk 1 dimensi saja (dimensi waktu).
Proses yang kedua adalah muting, dimana pada proses ini dilakukan pembuangan sinyal-sinyal noise yang tidak diinginkan dalam bentuk 2 dimensi. Muting ini biasanya membuang sinyal-sinyal noise yang muncul sebelum first break time. Adapun jenis mute yang dipakai pada proyek ini adalah top mute.
Selain itu, proses muting ini juga dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengecek (QC) hasil dari geometry assignment yang telah dilakukan sebelumnya. Apabila terjadi kesalahan dalam proses geometry assignment, maka hasil plotting dari nilai-nilai mute yang kita berikan akan tidak cocok dengan data. Hal ini terjadi dikarenakan bentangan yang terjadi di lapangan berbeda dengan pattern yang telah kita set sebelumnya pada geometry assignment. Jika terjadi kesalahan semacam ini, maka perlu dilakukan perbaikan ulang pada proses geometri assignment dengan nilai-nilai pattern yang benar.

3. Filtering
Pada prinsipnya, frekuensi sinyal seismik di lapangan mempunyai bandwith yang cukup lebar. Pada projek seismik,bandwith frekuensi yang dihasilkan mempunyai range frekuensi 1 – 250 Hz. Oleh karena itu, dari sekian range bandwith frekuensi yang dihasilkan tersebut, tidak semuanya merupakan data-data sinyal seismik, sebagian merupakan sinyal-sinyal noise. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memisahkan range frekuensi antara sinyal sesimik dengan sinyal noise yang biasa dikenal dengan proses Filtering. Band-pass filter adalah metoda yang mudah untuk menekan noise yang ada di luar spektrum frekuensi dari sinyal yang diinginkan.
Adapun filter digital yang dipakai pada projek ini merupakan filter digital bandpas filter dengan range nilai frekuensi 8 – 10 – 40 – 50 (Hz). Nilai parameter ini didapat dari hasil try & error tes parameter di awal pengerjaan.

4. Dekonvolusi
Dekonvolusi dilakukan sepanjang sumbu waktu (time axis) yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi temporal dengan mengkompresi wavelet seismik asal sampai mendekati bentuk spike dan meminimalkan reverberasi gelombang. Untuk itulah, maka pada awal pengerjaan dekonvolusi diperlukan suatu time gate dimana di dalam gate tersebut diusahakan tercakup nilai-nalai sinyal to noise rasio yang cukup baik agar dihasilkan operator dekonvolusi yang tepat. Biasanya nilai signal to noise rasio yang masih cukup baik terdapat antara first break time sampai beberapa milisecond di bawahnya, dimana amplitudo sinyal masih dapat terlihat cukup kuat.
Adapun jenis dekonvolusi yang dipakai pada pengolahan data kali ini adalah tipe spike / predictive dekonvolusi, dimana konsep dari metode ini yaitu dengan menggunakan teori filter Wiener yang merupakan sebuah operasi matematik yang menganut azas kuadrat terkecil dalam menjalankan operasinya.

5. Koreksi Statik
Tujuan dari koreksi statik ini adalah untuk menghilangkan pengaruh topografi terhadap sinyal-sinyal seismik yang berasal dari reflektor. Pada flow ini dilakukan perhitungan koreksi statik berdasarkan metode refraksi statik. Sebelum menjalankan refraksi statik, user harus menjalankan subflow apply elevation statics terlebih dahulu untuk menghasilkan harga koreksi statik source dan receiver.
Koreksi statik yang telah telah dihasilkan tersebut akan disimpan di dalam database source dan receiver sebagai koreksi statik ketinggian (elevation statics), yang diperlukan untuk perhitungan koreksi refraksi statik sisa (residual refraction statics). 

Pada awalnya data seismik direkam dalam common-shot gather. Common-shot gather adalah sekumpulan trace yang mempunyai atau berasal dari satu source point yang sama. Karena pada umumnya pengolahan data seismik dilakukan pada domain common-midpoint (CMP), maka data common-shot gather tadi disusun dan di-sort ke bentuk CMP gather. CMP gather adalah sekumpulan trace yang memiliki titik tengah (midpoint) yang sama. Sebelum proses stacking, masing-masing CDP gather dikoreksi dari efek perbedaan jarak offset yang disebut Normal Move Out (NMO). Sebuah fungsi kecepatan yang disebut stacking velocity dibutuhkan dalam koreksi NMO. Stacking velocity didapat dari sebuah proses yang disebut velocity analysis.
Velocity Analysis adalah perhitungan dan penentuan fungsi kecepatan (stacking velocity) dari pengukuran fungsi velocity normal move out. Perhitungan dibuat dengan mengasumsikan fungsi kecepatan normal moveout (VNMO), menerapkannya ke CDP gather, mengukur koherensi pada fungsi VNMO tersebut, dan mengubah fungsi VNMO untuk mencari koherensi maksimal. Nilai-nilai koherensi ini diukur, dipetakan dan diberi skala warna untuk proses velocity picking. Nilai-nilai koherensi yang telah dikontur disebut juga dengan semblance.
Agar didapatkan nilai kecepatan yang tepat, maka picking velocity harus berdasarkan pada tampilan beberapa panel yang muncul ketika melakukan picking velocity seperti panel Semblance, panel CDP gather, panel Velocity Function Stack (VFS) dan panel Dynamic Function dimana keempat panel tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan kecepatan.
Semblance panel menampilkan nilai-nilai koherensi dari berbagai trace dalam kontur skala warna sebagai fungsi waktu dan kecepatan. Warna kontur merah melambangkan nilai semblance maksimum, sehingga melambangkan juga fungsi kecepatan NMO yang paling tepat untuk mengkoreksi event seismik yang menghasilkan koherensi. Semblance panel digunakan untuk menentukan fungsi stacking velocity, dengan cara memilih nilai-nilai semblance yang paling tepat.
Gather panel juga digunakan dalam menentukan fungsi kecepatan. Gather panel menampilkan super gather dari sejumlah CDP yang telah ditentukan. Super gather didapat dari sejumlah CDP yang masing-masing tracenya di-stack secara common-offset, sehingga menghasilkan hanya satu CDP gather, yaitu super gather.
Panel yang menampilkan deret trace-trace dari beberapa CDP yang telah di-stack disebut panel Velocity Function Stack (VFS). Trace-trace ini dikoreksi untuk NMO dengan masing-masing menggunakan fungsi kecepatan yang berbeda. Panel ini digunakan untuk memilih fungsi kecepatan yang memberi respon data stack yang maksimum. Sehingga panel ini juga bisa dijadikan sebagai referensi untuk melihat hasil koreksi NMO setelah diterapkan nilai kecepatan dari proses picking velocity. Jika fungsi kecepatan yang digunakan tepat, event seismik primer dalam gather panel akan terlihat datar. Jika kecepatan yang digunakan terlalu rendah, maka event seismik primer dalam gather panel akan melengkung ke atas, sedangkan jika kecepatan yang digunakan terlalu tinggi, maka akan melengkung ke bawah
Panel Dynamic Stack menampilkan pendekatan data stack yang dihitung dengan menggunakan fungsi kecepatan yang telah dipilih. Panel ini digunakan sebagai kontrol kualitas (QC) dari fungsi kecepatan yang dipilih. Keempat panel velocity analysis tersebut digunakan sebagai acuan atau patokan dalam menentukan NMO velocity yang paling tepat untuk digunakan dalam proses stacking.
Hasil akhir dari flow ini adalah suatu penampang post-stack, yang biasa disebut brute stack. Penampang ini, pada dasarnya merupakan penampang post-stack yang pertama kali dihasilkan dari suatu pengolahan data seismik dan disebut sebagai stack kasar (“brute stack”) karena belum mendapat efek-efek lain dari pengolahan data seismik. Selain itu, parameter kecepatan yang digunakan dalam brute stack ini juga belum sepenuhnya tepat. Brute stack ini dihasilkan hanya untuk melihat gambaran awal dari suatu event seismik.

Proses yang dilakukan pada tahap post-processing meliputi:

1. Koreksi Residual Statik
Dalam flow ini akan dilakukan koreksi statik sisa, yang disebut residual statics correction. Input dari flow ini pada dasarnya adalah koreksi statik ketinggian dari source dan receiver yang telah dihasilkan sebelumnya dari subflow apply elevation statics di dalam flow refraction statics. Sebelum masuk ke residual statics, flow pengolahan data seismik masuk dulu ke trace display, agar dapat dilakukan static horizon picking yang nantinya akan digunakan sebagai time gate pada pengaplikasian koreksi statik sisa tersebut.
Static horizon picking dilakukan dengan membuat picks untuk satu ensemble traces pada suatu time, dimana pada time tersebut diperkirakan akan terdapat event seismik yang utama/dominan.

Setelah dilakukan picking autostatic horizon, kemudian hasil dari koreksi residual static ini diaplikasikan kembali ke data preprocessing untuk di hitung ulang nilai kecepatannya melalui analisa kecepatan tahap 2. Sehingga, setelah melalui tahapan proses ini diharapkan data-data yang dihasilkan benar-benar sudah terkoreksi secara benar dan menghasilkan penampang seismik yang benar-benar merepresentasikan keadaan bawah permukaan bumi dengan tepat. Adapun tampilan dari hasil residual static serta analisa kecepatan ke-2 ini dapat ditampilkan / di-display ke dalam display Final Stack.

2. Migrasi
Untuk mengkoreksi letak titik refleksi pada posisi sebenarnya maka digunakanlah metode migrasi. Dalam flow ini akan dilakukan serangkaian tahap untuk mengaplikasikan proses migrasi pada data, sehingga akan dihasilkan dataset terakhir dari pengolahan data seismik ini berupa data yang telah dimigrasi (migrated data). Algoritma migrasi yang akan diaplikasikan dapat dipilih sendiri oleh user, disesuaikan dengan kebutuhan dan treatment dari data yang bersangkutan. Dalam panduan ini, metode yang akan digunakan untuk migrasi adalah dengan menerapkan postack time migration menggunakan finite difference time migration dengan max dip 70 derajat. Pemilihan ini didasarkan pada hasil pemilihan atau try & error pemilihan parameter.
Sampai dengan tahap ini telah selesai dilakukan serangkaian tahap dalam melakukan pengolahan data seismik postack time migration untuk tahap dasar, yaitu dari pembacaan raw data seismik sampai dengan dihasilkannya data postack yang telah di migrasi.
Pada penampang postack hasil migrasi tersebut diatas, sangat terlihat adanya efek smile atau swing. Efek tersebut dapat disebabkan oleh adanya noise dominan yang belum dibersihkan secara optimal pada saat proses trace editing. Adanya hal tersebut sekaligus untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa kurang optimalnya (atau bahkan kesalahan) dalam pengolahan data seismik di suatu tahap (atau flow) akan sangat mempengaruhi hasil pengolahan dari tahap lainnya, hingga pada akhirnya kesalahan-kesalahan itu akan terakumulasi pada hasil akhir pengolahan data seismik, yang dalam konteks ini adalah penampang postack hasil migrasi.
Sebagai tahapan akhir dari field processing, dilakukan suatu tahapan akhir berupa plotting, dimana plotting ini dilakukan sebagai alat untuk menampilkan hasil akhir data berupa penampang seismik dalam bentuk wiggle lengkap dengan attribut-atribut keterangan yang menyertainya.