Akuisisi Data Seismik 3D
Why the 3D survey?
Jenis pengambilan data
seismik dapat dipisahkan dalam dua kategori : akuisisi data seismik 2D
dan 3D. Teknologi seismik 2D diperkirakan mulai berkembang pada tahun
1920-an dimana kerjasama antara perusahaan Seismos dan Gulf berhasil
menemukan Kubah Orchard di
pantai Texas pada tahun 1924. Ladang ini menghasilkan minyak secara
komersial, sehingga dicatat sebagai keberhasilan teknologi seismik untuk
eksplorasi minyak bumi. Penelitian tentang teknologi seismik berjalan
terus dan menghasilkan teknologi seismik refleksi sebagai teknologi
komersial. Pada tahun 1970-an perusahaan minyak menjadi pasar terbesar
yang memanfaatkan superkomputer sehingga mampu mengolah data seismik
secara lebih banyak dan lebih cepat. Hal ini ternyata diikuti dengan
perkembangan teknologi seismik yang mengarah pada teknologi
seismik 3D sehingga diperkirakan pada tahun 1980-an lahirlah teknologi
terbaru dalam dunia akuisisi seismik yaitu akuisisi
data seismik 3D. Teknologi seismik 3D ini diyakini sebagai terobosan
teknologi di generasi masa kini. Teknologi ini menjadikan evolusi yang
tadinya hanya teknologi eksplorasi saja menjadi teknologi ekplorasi dan
pengembangan (development) dari ladang migas.
Para
geoscientist umumnya menyenangi kumpulan data seismik 3D. Mengapa data
seismik 3D lebih disenangi? Alasannya adalah kondisi aktual dari subsurface berupa tiga dimensi (subsurface are three dimension), merupakan cara pencitraan yang lebih baik untuk merekam roman bawah permukaan (better imaging way to record subsurface feature), memperoleh informasi lebih dari segala sudut pandang untuk memciptakan suatu gambaran bawah permukaan (more information from all directions to build subsurface image), solusi untuk masalah rekonstruksi seismik 2D sejak penggunaan asumsi reflektor datar di bawah permukaan bumi (solution to 2D seismic reconstruction problem since an assumption of flat reflector beneath the earth), dan lain sebagainya.
Model dari dua
antiklin dan satu sesar dengan data seismik sepanjang Line 6 yang
menunjukkan perbandingan migrasi 2D dan migrasi 3D (French, 1974).
Telah banyak tulisan yang menjelaskan tentang teknologi seismik 3D. Pada kesempatan ini author ingin menguraikan tujuan dan istilah-istilah yang sering digunakan dalam akuisisi 3D.
Sebelumnya banyak geoscientist yang berharap untuk mempunyai data seismik 3D. Para geoscientist tersebut bertanya mengapa kita tidak melakukan shoot
3D? Alasan utama untuk menjawab pertanyaan ini pada masa lampau adalah
masalah perkembangan teknologi dan keterbatasan peralatan untuk field operations, processing dan interpretation. Tetapi “hari ini” jawaban tersebut tidak berlaku atau tidak tepat digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. Saat
ini perkembangan teknologi perekaman, pengolahan dan penginterpretasian
sangat berkembang pesat. Alasan yang paling tepat untuk menjawab
pertanyaan tersebut adalah berkaitan dengan tujuan dari pengambilan data
seismik 3D. Apakah akan digunakan untuk proses ekplorasi (exploration) atau proses eksploitasi (exploitation). Apabila teknologi seismik 3D digunakan untuk proses ekplorasi maka akan berhubungan dengan masalah stuktur (structure), pendefinisian sesar (fault definition), stratigrafi (stratigraphy), pembebasan lahan (land sales), penawaran konsesi penambangan (concession offerings), waktu berakhirnya penambangan (expiring lands), konversi seismik dari kawasan waktu ke kedalaman (time to depth conversion), dan pembiayaan bank yang berhubungan dengan besarnya pinjaman modal, suku bunga bank, dan jatuh tempo pinjaman (Bank financing). sedangkan teknologi seismik 3D yang dipakai untuk proses eksploitasi akan berhadapan dengan masalah karakterisasi reservoir (reservoir characterization), pemantauan tumbuh-kembangnya reservoir (reservoir monitoring), pengeboran horisontal (horizontal drilling) dan inversi (inversion).
Aspek-aspek tersebut yang digunakan untuk bahan pertimbangan, penilaian
dan pengambilan keputusan dalam melakukan suatu kegiatan pengambilan
data seismik 3D. Hal ini mengingat begitu mahalnya biaya survei 3D maka
diperlukan suatu pengambilan keputusan yang tepat dan akurat.
Selama
proses pengambilan data seismik 3D tentunya tidak terlepas dari
istilah-istilah seismik 3D. Oleh karena itu, mengerti dan memahami
istilah-istilah yang dipakai dalam dunia seismik 3D merupakan suatu
sikap yang arif dan cerdas. Beberapa istilah baru yang dipakai dalam
metode survei 3D antara lain :
Source
Line, Receiver Line, In-Line Direction, X-Line Direction, Box, Patch,
Template, Swath, Midpoint, CMP Bin, Super Bin, Fold, Signal to Noise
Ratio, Source Point Density, Xmin, Xmax, Migration Aperture, dan Fold
Taper.
Berikut adalah terminologi yang sering digunakan dalam Explorasi Seismic 3D:
Terdapat beberapa teknik shooting seismic 3D, diantaranya adalah Metoda Swath Shooting:
Berikut Animasinya (klik untuk memperbesar) atau anda dapat mendownload versi resolusi tinggi di sini.
Kecepatan Seismik
Dalam pengolahan data seismik, keakuratan model kecepatan gelombang seismik (seismic wave velocity) merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keakuratan hasil image seismik baik dalam kawasan waktu (time domain) maupun kawasan kedalaman (depth domain). Image seismik yang baik mampu menggambarkan kondisi geologi bawah permukaan sebenarnya. Kecepatan adalah perubahan posisi/kedudukan per satuan waktu.
Nilai
kecepatan suatu medium banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti,
jenis litologi, porositas, kandungan fluida, densitas, suhu, tekanan,
dan lain-lainya (Sheriff and Geldard, 1995).
Secara umum, kecepatan mempunyai peranan penting dalam konversi waktu ke kedalaman (conversion from time to depth), memodelkan kecepatan (check of results by modeling), proses migrasi (imaging of the data), mengklasifikasi dan penapisan signal terhadap noise (classification and filtering of signal and rasio), prediksi litologi/batuan (predictions of the lithology), dan membantu dalam interpretasi geologi (aid for geological interpretation) (Kruk, J.van der., 2004).
3D Land Seismic Survey
Explorasi seismic 3D merupakan teknologi pencitraan (imaging) bawah permukaan secara tiga dimensi. Berbeda dengan seismic 2D yang mencitrakan point tertentu atau ‘titik’ maka seismic 3D adalah teknologi untuk mencitrakan ‘bidang’. Seismic 3D memiliki kelebihan untuk meng-eliminasi mis-tie dalam migrasi reflector miring, meningkatkan resolusi horizontal, dan memberikan citra yang lebih detail.
Berikut adalah terminologi yang sering digunakan dalam Explorasi Seismic 3D:
- Inline: garis-garis semu yang parallel dengan bentangan receiver.
- Crossline: garis semu yang tegak-lurus dengan Inline.
- CMP bin: kotak semu di bawah permukaan dengan ukuran ½RI*½SI dimana RI adalah Interval receiver dan SI interval Source. CMP bin mengandung semua trace yang dimiliki oleh CMP yang sama.
- Patch: area dari reveiver yang merekam source yang sama.
- Swath: area dimana receiver merakam sumber-sumber tanpa adanya perpindahan crossline (crossline roll over).
- Salvo: sejumlah sumber tembakan yang direkam oleh patch yang sama.
- Fold: banyaknya mid-point yang di-stack dalam CMP bin yang sama. Besaran Fold berbeda dari bin ke bin sejalan dengan perubahan offset dan azimuth serta berubah terhadap kedalaman sejalan dengan bertambahnya offset. Fold=NS*NR*b2, dimana NS dan NR adalah banyaknya Source dan Receiver dalam wilayah tertentu dan b merupakan dimensi bin. Contoh jika per kilometer persegi terdapat 80 source dan 600 receiver dan dimensi bin 25m maka Fold=80*600*25*25 m2/km2=30.
- Crossline Fold: setengah dari jumlah inline dalam satu patch. Jika dalam satu patch terdapat 8 inline maka Crossline Fold=8/2=4.
- Inline Fold: Fold/Crossline Fold. Untuk contoh kita 30/4=7.5. Dengan demikian Fold=Crossline Fold*Inline Fold=7.5*4=30.
Berikut adalah contoh untuk mendesign sebuah survey land 3D dengan kedalaman target=3000m, bin=25m dan Fold=30 dengan sistem split-spread (sumber di tengah). Dengan Interval lintasan receiver 400m:
- Receiver Interval dapat ditentukan dengan 2xbin=2x25=50m.
- Offset Maximum: katakanlah 90% dari kedalaman target, 3000mx90%=2700m.
- Jumlah masing-masing receiver pada setiap sisi split spread: 2700/50(receiver interval)=54 receiver.
- Total perekam setiap line setiap shot=2*54=108.
- Jumlah receiver yang harus diaktifkan jika hanya tersedia 900 receiver, 108* 8=864 receiver (untuk 1 patch). Maka kita dapat memiliki 8 lintasan receiver.
- Shot interval biasanya 2*bin=2*25=50m.
- Crossline fold=8(banyaknya line per patch)/2=4
- Inline Fold=30/4=7.5
- Shot line Interval (SI) dapat ditentukan dengan NI=(Total perekam per line/2)*Receiver interval/SI. 7.5 =(108/2)*(50/SI). Jadi SI=360m.
Terdapat beberapa teknik shooting seismic 3D, diantaranya adalah Metoda Swath Shooting:
- Lintasan-lintasan receiver dibentangkan secara parallel.
- Sumber-sumber ledakan dipasang secara tegak lurus dengan lintasan receiver.
- Sumber pertama diledakkan lalu dilakukan perekaman.
- Sumber kedua-ketiga dst sampai ke-terakhir (dalam satu patch) diledakkan dengan perekaman dilakukan untuk masing-masing ledakan.
- Serangkaian ledakan diatas disebut dengan Salvo-1.
- Pindah ke source line berikutnya, lakukan hal yang sama sehingga diperoleh salvo-2, dst.
- Beberapa salvo dilakukan sampai akhirnya sampai di ujung lintasan receiver sehingga diperoleh satu swath.
- Roll-over sebesar setengah patch kearah crossline untuk memperoleh swath 2, dst sampai seluruh areal 3D.
Berikut Animasinya (klik untuk memperbesar) atau anda dapat mendownload versi resolusi tinggi di sini.