GEOLOGI
Geologi selalu dalam aspek orientasi proses. Bagaimana batuan reservoir itu terbentuk? Apakah itu terbentuk dari pasir yang ada di pantai, atau channel bar yang ada di sungai, atau dari submarine slide deposit? Bagaimana magma bisa sampai ke permukaan melewati kerak bumi dan menghasilkan gunungapi? Kenapa erupsi gunungapi dan gempa bumi terjadi berulang kali di beberapa daerah sedangkan di daerah lain tidak? Banyak pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa geologi yang terjadi di planet kita ini, dan ahli geologi harus open mind dan memiliki keinginan untuk mencari tahu jawaban yang masuk akal.
Geologi
adalah ilmu yang baru, ilmu ini dikenal sejak beberapa ratus tahun yang lalu.
Geologi adalah dimana ilmu-ilmu lain (seperti: kimia, fisika, biologi, dll)
terintegrasi untuk dapat menggambarkan, menjelaskan, dan memahami proses, sifat
fisik dan material pembentuk bumi. Geologi adalah dimana fantasi dan sekumpulan
fakta bertemu dalam satu ruang kreatifitas. Geology is where time goes wild !!!
Geologi memiliki
sejumlah disiplin ilmu yang saling berhubungan erat seperti; Geomorfologi,
Petrologi, Sedimentologi, Geologi Struktur, Tektonika, Geologi Sejarah,
Paleontologi, Geofisika, Endapan Mineral, dan Geologi Minyak Bumi. Misalnya,
Geologi Minyak Bumi pasti akan melibatkan, diantaranya: survey seismik
(Geofisika), interpretasi struktur (Geologi Struktur), sedimentological
understanding (Sedimentologi), paleontological dating (Paleontologi), dll.
Ada yang
beranggapan bahwa geologi sangat tidak akurat atau tidak saintifik. Alasannya
adalah sistem alam dari bumi kita yang sangat kompleks. Setiap batuan, oilfield
reservoir atau ore body itu terbentuk dari interaksi antara proses dan
mekanisme geologi yang 'unique' dan sangat sulit untuk diprediksi secara detail.
Sebagai contoh, geologi dapat memprediksi wilayah yang rawan gempa bumi,
letusan gunungapi, atau longsoran batuan yang diperkiran akan terjadi 100 tahun
mendatang atau lebih, tapi tidak tahu persis kapan dan bahkan tidak tahu persis
dimana itu akan terjadi.
Geologi selalu dalam aspek orientasi proses. Bagaimana batuan reservoir itu terbentuk? Apakah itu terbentuk dari pasir yang ada di pantai, atau channel bar yang ada di sungai, atau dari submarine slide deposit? Bagaimana magma bisa sampai ke permukaan melewati kerak bumi dan menghasilkan gunungapi? Kenapa erupsi gunungapi dan gempa bumi terjadi berulang kali di beberapa daerah sedangkan di daerah lain tidak? Banyak pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa geologi yang terjadi di planet kita ini, dan ahli geologi harus open mind dan memiliki keinginan untuk mencari tahu jawaban yang masuk akal.
How do Geologists work?
Ahli geologi
bekerja melalui penelitian lapangan, melibatkan penggunaan palu, lensa, pita
ukur, kompas, GPS dan lainnya. Tujuannya untuk memetakan satuan batuan di
lapangan, menghasilkan peta geologi yang menunjukkan distribusi, orientasi dan
struktur dari berbagai jenis batuan di suatu daerah. Geologist biasanya
mengambil sample batuan di lapangan dan membawanya ke laboratorium untuk
selanjutnya dilakukan pengukuran dan analisis. Ahli geologi juga menggunakan
data-data geofisika (seperti; seismik, magnetik, gravimetrik, citra satelit,
degital elevation models (DEM), dan foto udara) untuk mendapatkan informasi
batuan dan struktur geologi.
Dibawah ini tulisan Professor Koesoemadinata tentang bagaimana sejarah awal
pendidikan geologi ini muncul di Indonesia. Perjuangan tokoh-tokohnya tidak kalah
penting dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia itu sendiri. Tulisan ini pernah dimuat di Berita IAGI.
Awal Pendidikan Geologi di Indonesia
Lain dengan pendidikan kedokteran, hukum, pertanian dan teknik yang telah
dimulai pada awal abad ke-20, pendidikan geologi sangat terabaikan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan geologi untuk orang Indonesia terbata
tingkatan “mantri opnemer” atau surveyor/juru ukur saja. Untuk kebutuhan
tenaga ahli geologi dan insinyur pertambangan pemerintahan colonial Belanda
mengandalkan lulusan universitas dan sekolah tinggi teknik dari Belanda da
negara Europa lainnya.
Keadaan berubah setelah dimulainya Perang Dunia ke II pada tahun 1938 terutam setelah Tentara Jerman menginvasi negeri Belanda, sehingga hubungan terputus. Maka mulailah Pemerintah Kolonial Belanda pada tgl 10 Mei 1938 melalui mendirikan suatu lembaga pendidikan darurat yang dinamakan “Assistent Kursus” (Kursus untuk Asisten Geolog, mungkin sekarang setara dengan D-3) yang berlangsung 3 tahun.
Keadaan berubah setelah dimulainya Perang Dunia ke II pada tahun 1938 terutam setelah Tentara Jerman menginvasi negeri Belanda, sehingga hubungan terputus. Maka mulailah Pemerintah Kolonial Belanda pada tgl 10 Mei 1938 melalui mendirikan suatu lembaga pendidikan darurat yang dinamakan “Assistent Kursus” (Kursus untuk Asisten Geolog, mungkin sekarang setara dengan D-3) yang berlangsung 3 tahun.
Pendidikan
ini dilaksanakan oleh Dienst van het Mijnbouws (Dinas
Pertambangan) di Jl Diponegoro 58 Bandung, dengan para ahli geologi daninsinyur
pertambangan yang bekerja pada instansi tersebut sebagai pardosennya, antara
lain Van Bemmelen. Pendidikan ini diikuti pada umumnya orang-orang Belanda, dan
hanya ada 2 orang Indonesia yang mengikutnya sampai selesai yaitu F. Lasut dan Sunu Sumosusastro.
Persyaratan mengikuti pendidikan itu adalah lulus sekolah menengah atas, yaitu
HBS (Hogere Burgerschool, khusus untuk orang Belanda) atau
AMS B ( Algemeene Middlebare School , opsi B/IPA, terutama
untuk orang pribumi/Indonesia). Kursus ini hanya berlangsung 1 angkatan saja (3
tahun) karena Tentara Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942.
Maka kedua
orang inilah sebetulnya merupakan ahli geologi Indonesia pertama dan boleh
dikatakan juga pionir dalam pendidikan geologi.
Semasa
pendudukan Jepang pada ahli geologi dan insinjur pertambangan Belanda masih
dipekerjakan oleh penguasa Jepang, khususnya untuk menterjemahkan laporan2
geologi ke dalam bahasa Inggris, namun Van Bemmelen masih sempat supervisi
pekerjaan geologi lapangan yang dilaksanakan F. Lasut mengenai endapan jarosit
di Ciater, Lembang di Utara Bandung. Selain itu juga masih ada geolog orang
Swiss (waktu itu negara netral dalam kecamuk perang dunia ke II) yang masih
bekerja pada Dinas Pertambangan di Bandung itu. Jadi pada waktu pendudukan
Jepang ini A. F. Lasut dan Sunu Sumosusastro adalah merupakan staf orang
Indonesia di Dinas Pertambangan di Bandung, dan memegang pimpinan dalam
pengambil-alihan instansi ini pada waktu Jepang bertekuk-lutut dan terjadi
proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945.
Mereka
inilah yang berhasil menyelamatkan arsip dan buku2 geologi ke Jl Braga di
Bandung Selatan, karena kantor Dinas Pertambangan di Jl. Diponegoro yang berada
di Bandung Utara diduduki tentara Inggris/Belanda, kemudian dipindahkan secara
berangsur ke Ciwidey, Tasikmalaya ke Magelang dan akhirnya ke Jogya sejalan
dengan mundurnya tentara RI. Di antara arsip dan buku2 ini tidak termasuk
manuskrip buku the Geology of Indonesia hasil karya van Bemmelen itu, yang
merupakan cerita lain.
Pada waktu
para ahli geologi dan insinyur pertambangan Belanda harus masuk kamp interniran (kompleks tahanan perang), Van
Bemmelen menitipkan naskah serta buku-bukunya itu pada orang yang sangat
dipercayainya, seorang hoofd mantri opzichter (mantri ukur kepala) yaitu
Djatikusumo untuk diselamatkan. Pada waktu Van Bemmelen yang telah dibebaskan
dari tahanan meminta kembali titipannya ini, yang bersangkutan menolak dengan
alasan sebagai seorang pejuang kemerdekaan ingin menyelamatkan arsip ini untuk
kepentingan bangsa Indonesia , dan kemudian membawanya ke tempat asalnya yaitu
Malang . Namun kemudian manuskrip dan arsip/buku lainnya dia serahkan ke Dinas
Pertambangan yang sudah mengungsi ke Magelang dan kemudian ke Jogyakarta.
Pada waktu
pemerintahan RI mengungsi ke Jogyakarta, maka dibentuk pula suatu Pusat Jawatan
Geologi dan Pertambangan dibawah naungan Departement Kemakmuran di Magerang,
yang dipimpin oleh A.F. Lasut (sebagai
kepala) dan (Sunu Sumosusastro sebagai wakilnya). Selain itu juga didirikan
beberapa sekolah untuk mendidik tenaga geologi dan pertambangan secara darurat
pada Nopember 1946 yaitu:
- Sekolah Geologi Pertambangan Pertama (SGPP, untuk pendidikan juruukur geologi
- Sekolah Geologi Pertambangan Menengah (SGPM, untuk pendidikan juruukur geologi penilik)
- SekolahGeologi Pertambangan Tinggi (SGPT), untuk pendidikan asisten geologi, dengan dosennya antara lain Sunu Sumosusastro (kepala sekolah) dan A.F. Lasut. N Lembaga pendidikan ini kemudian pindah ke Jogyakarta, dan nama SGPT berubah menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP).
Pada
serangan agresi Belanda ke Jogya pada tahun 1948, A.F. Lasut selaku Kepala
Jawatan Tambang dan Geologi diambil tentara Belanda dari rumahnya dan kemudian
ditembak dipinggir jalan pada 7 Mei 1949 sebagai seorang pejuang kemerdekaan.
Lembaga pendidikan ini berakhir dengan ujian akhir pada akhir tahun 1949
sehingga berlangsung hanya 1 angkatan saja. Di antara para lulusan pendidikan
yang pertama dan terakhir ini adalah: M.M. Purbohadiwidjo, Djajadi Hadikusumo
(kemudian pendiri IAGI), Harli Sumadiredja, R. Prajitno (Ketua IAGI yang ke-2),
Surjo Ismangun, G.M Mohamad Slamet Padmokesumo, Mohamad Jasin Rachmat dan
Sanjoto Soeseno dan Sumardi Umar katab.
Sementara
itu Bp Suroso, seorang ahli geologi praktek (autodidak) ex pegawai explorasi
Shell/BPM juga mendirikan Sekolah Menengah Geologi di Jogyakarta. Yang akhirnya
menjadi Jurusan Tehnik Geologi Universitas Gadjah Mada.
Dan seperti itulah sejarah pendidikan geologi di Indonesia. Sudah terdapat
19 Univesitas yang menyediakan jurusan geologi, mungkin masih akan terus
berkembang karena kebutuhan ahli geologi di tingkat kabupaten suatu saat nanti
adalah sebuah keharusan karena untuk mengatur serta mengetahui kondisi geologi
kabupaten masing-masing. Mengerti sumberdaya alamnya, sifat dan gejala
kebencanaan, serta kebutuhan pemeliharaan lingkungan (Ekstraksi, Mitigasi, dan
Konservasi).